Apakah yang dimaksud cairan tubuh manusia itu?
Yang dimaksud cairan tubuh manusia adalah air beserta seluruh bahan yang terlarut di dalamnya, baik organik maupun anorganik, seperti elektrolit, glukosa, urea, protein, dan sebagainya.
Bagaimana komposisi cairan tubuh manusia itu?
Cairan tubuh manusia dapat dibagi menjadi:
- Cairan intraseluler (cairan yang berada di dalam sel seluruh tubuh)
- Cairan ekstraseluler (cairan yang berada di luar sel)
* Cairan ekstraseluler terdiri dari:
- Cairan interstitial (cairan yang berada diantara sel tubuh)
- Cairan intravaskuler (cairan yang berada di dalam pembuluh darah, yang biasa disebut plasma/serum)
- Cairan transeluler (cairan yang disekresi oleh sel epitel, yaitu cairan serebrospinalis, cairan gastrointestinal, dan cairan di dalam sistem nasorespiratorik)
Antara cairan intraseluler dan cairan interstitial dibatasi oleh membran sel/dinding sel, sedangkan antara cairan intravaskuler dan cairan interstitial dibatasi oleh dinding pembuluh darah.

Kation dan Anion Utama dalam Cairan Intraseluler dan Ekstraseluler

Kadar Elektrolit dalam Cairan Intraseluler dan Ekstraseluler
Bagaimana regulasi/pengaturan cairan tubuh manusia itu?
Keseimbangan cairan tubuh setiap orang dipertahankan secara ketat.
Kehilangan cairan tubuh dapat melalui berbagai jalan yaitu melalui paru (respirasi), melalui kulit (perspirasi), melalui gastrointestinal (feses), dan melalui ginjal (urine).
Ginjal merupakan regulator pengeluaran cairan tubuh yang terpenting, yaitu dengan mempertahankan osmolalitas cairan tubuh tersebut.
Keseimbangan cairan tubuh dan konsentrasi osmolalitas plasma/serum diatur oleh 2 mekanisme:
- Hormon vasopresin (arginine-vasopressin hormone (AVP) atau antidiuretic hormone/ADH) yang berasal dari hipofisis posterior
- Mekanisme haus
Hormon vasopresin ini mempunyai efek vasokonstriksi, namun fungsi utamanya adalah untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan osmolalitas serum dengan cara mencegah ekskresi cairan tubuh yang berlebihan (efek antidiuretik).
Mekanisme haus berfungsi untuk menjamin asupan cairan yang adekuat.
Kedua mekanisme tersebut dapat bekerja secara optimal apabila fungsi pengenceran dan pemekatan urine oleh ginjal bekerja secara normal.
Osmolalitas serum/plasma normal dipertahankan pada rentang yang sempit yaitu 285-295 mOsm/kgH2O, sedangkan osmolalitas urine normal berfluktuasi antara 300-900 mOsm/kgH2O, tergantung adanya kebutuhan mempertahankan atau mengeluarkan air.
1.Bagaimana Vasopresin (Arginine-vasopressin hormone (AVP) atau antidiuretic hormone /ADH) berperan dalam regulasi/pengaturan cairan tubuh manusia itu?
Vasopresin adalah peptida yang dihasilkan terutama oleh terminal saraf neuron magnoselular di nukleus supraoptikus dan paraventrikularis hipotalamus sebagai prohormon.
Setelah disintesis, vasopresin dibungkus ke dalam granula neurosekretori pada retikulum endoplasmik di mana setiap granula tersebut mengandung baik vasopresin maupun neurofisin (molekul pengangkut / carier vasopresin). Granula tersebut ditransportasikan melalui akson neuron hipotalamus yang berakhir pada hipofisis posterior.
Pelepasan vasopresin oleh hipofisis posterior terjadi melalui proses eksositosis, di mana baik vasopresin maupun neurofisin dilepaskan ke dalam sirkulasi. Vasopresin juga disintesis di area otak lainnya. Beberapa neuron hipotalamus lain yang menghasilkan vasopresin terdapat di regio suprachiasma. Akson badan sel vasopresin tidak hanya berproyeksi ke hipofisis posterior, namun beberapa juga berkontak dengan kapiler berfenestra di sistem portal eminensia mediana, sementara yang lain berproyeksi ke korda spinalis dan pusat otak lainnya.

Sintesis dan Sekresi Vasopresin
Vasopresin bekerja melalui reseptor spesifik pada membran plasma sel target/sasaran. Hal ini ditemukan pada banyak organ, termasuk ginjal, hipofisis, otak, pembuluh darah, trombosit, hati, gonad, dan sel tumor.
Terdapat 3 subtipe reseptor vasopresin yaitu V1A, V1B, dan V2.
Vasopresin yang bekerja pada reseptor vasopresin V1A memediasi glikogenolisis, agregasi trombosit, proliferasi sel, dan kontraksi serta pelepasan faktor koagulasi.
Reseptor vasopresin V1B sebagian besar diekspresikan di kelenjar hipofisis anterior dan memediasi pelepasan ACTH (adrenocorticotropic hormone), β-endorfin, dan prolaktin.
Reseptor vasopresin V2 diekspresikan secara eksklusif di ginjal.
Kerja vasopresin pada reseptor V1 dimediasi melalui sistem IP3 (inositol trifosfat), sedangkan pada reseptor V2 melalui cAMP (cyclic adenosine monophosphate).
Vasopresin yang bekerja pada reseptor vasopresin V1, melalui sistem hidrolisis fosfatidil inositol akan mempengaruhi mobilisasi kalsium intraseluler (peningkatan kadar kalsium di dalam sitosol). Hal ini akan mengakibatkan vasokonstriksi otot polos traktus gastrointestinal dan pembuluh darah, serta mempunyai efek prostaglandin. Hingga saat ini belum ditemukan kelainan akibat gangguan fungsi vasopresin pada reseptor vasopresin V1.
Ginjal hanya mengandung reseptor vasopresin V2. Setelah vasopresin berikatan dengan reseptor vasopresin V2 tersebut, maka akan memberikan efek klinis berupa efek antidiuretik, efek vasokonstriksi, dan efek antikoagulan. Efek antikoagulan terjadi melalui peningkatan aktifitas faktor VIII dan kadar faktor Von Willebrand plasma.
Vasopresin mempunyai waktu paruh di sirkulasi selama 15-20 menit dan mengalami degradasi di hati oleh vasopressinase.
Sintesis dan sekresi vasopresin diatur oleh dua macam jalur, yaitu jalur osmotik dan non osmotik.
a. Jalur osmotik mengikutsertakan Verney’s osmoreceptor cells yang berada di hipotalamus anterior, di luar sawar darah otak, yang peka terhadap perubahan osmolalitas serum. Osmoreseptor tersebut merespons cepat perubahan kecil pada osmolalitas serum, sehingga osmolalitas serum dapat dipertahankan normal. Perubahan osmolalitas serum sebesar 1-2% sudah cukup untuk merangsang osmoreseptor tersebut.
Peningkatan osmolalitas serum 1-2% menyebabkan peningkatan sekresi vasopresin sebesar 4 kali di sirkulasi dan penurunan osmolalitas serum 1-2% menyebabkan produksi vasopresin berhenti.
Adanya deplesi cairan menyebabkan peningkatan osmolalitas serum yang juga menyebabkan penurunan volume sel osmoreseptor tersebut, sehingga terjadi stimulasi listrik yang mengakibatkan depolarisasi membran sel, eksositosis, dan pelepasan vasopresin.
Sebaliknya jika terjadi pemasukan air berlebihan, maka osmolalitas serum akan menurun dan terjadi pengembangan sel osmoreseptor tersebut, sehingga akan menghambat terjadinya stimulasi listrik, depolarisasi membran sel, dan tidak terjadi pelepasan vasopresin.
b. Jalur non osmotik adalah semua rangsangan yang dapat menyebabkan pelepasan vasopresin tanpa adanya perubahan osmolalitas serum.
Jalur non osmotik utama adalah deplesi volume cairan ekstraseluler, hipotensi, dan keadaan di mana terjadi peningkatan stimulasi adrenergik (peningkatan tonus simpatis).
Sekresi vasopresin karena deplesi volume cairan ekstraseluler dipengaruhi oleh rangsangan baroreseptor. Baroreseptor ini dirangsang oleh keadaan hipovolemia dan dihambat oleh keadaan hipervolemia. Baroreseptor ini terdapat pada atrium kiri, sinus karotid, dan arkus aorta. Baroreseptor di atrium kiri dapat mendeteksi perubahan dini hemodinamik, sedangkan baroreseptor di sinus karotid dan arkus aorta baru dapat mendeteksi jika sudah terjadi perubahan hemodinamik yang berat. Baroreseptor di atrium kiri tidak sepeka osmoreseptor dalam fungsinya untuk mempengaruhi sekresi vasopresin. Penurunan volume darah / cairan ekstraseluler sebesar 8-10% oleh sebab apapun baru mampu merangsang baroreseptor tersebut. Baroreseptor ini akan mempengaruhi sekresi vasopresin melalui jalur aferen nervus vagus dan glosofaringeus (karena penurunan tonus aferen parasimpatis), yang dihantarkan ke hipotalamus.
Peningkatan stimulasi adrenergik (peningkatan tonus simpatis), seperti rasa nyeri, stres, takut, payah jantung, dan hipoksia, juga akan menurunkan tonus aferen parasimpatis, sehingga juga akan menyebabkan sekresi vasopresin tanpa rangsangan pada osmoreseptor dan baroreseptor. Selain itu, jalur non osmotik lain yang mempengaruhi sekresi vasopresin adalah hormon, obat, dan beberapa mediator lain.
Hormon yang menghambat sekresi vasopresin adalah ACTH.
Obat-obatan yang dapat meningkatkan sekresi vasopresin adalah amitriptilin, karbamazepin, chlorpropamid, klofibrat, vinkristin, metoklopramid, barbiturat, beta adrenergik, dan lamotrigin dan yang dapat meningkatkan kerja vasopresin adalah chlorpropamid, siklofosfamid, dan inhibitor prostaglandin.
Obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi vasopresin adalah etanol, fenitoin, dan alfa adrenergik, sedangkan yang dapat menghambat kerja vasopresin adalah asetoheksamid, demeklotetrasiklin, dan litium.
Mediator yang dapat meningkatkan sekresi vasopresin adalah angiotensin II, histamin, dopamin, dan bradikinin.

Jalur Osmotik Sekresi Vasopresin
Pada kondisi fisiologis (normal), sekitar 67% natrium dan air yang difiltrasi di glomerulus akan direabsorbsi oleh tubulus proksimal dan loop of Henle pars descendens dalam keadaan isotonis. Selanjutnya pada loop of Henle pars ascendens terjadi reabsorbsi natrium lagi tanpa diikuti air karena bagian ini tidak permeabel terhadap air, sehingga akan terbentuk urine yang hipotonis saat akan memasuki tubulus distal. Akumulasi zat yang terlarut pada medula ginjal karena natrium dan air yang direabsorbsi oleh tubulus proksimal dan loop of Henle pars descendens, akan menyebabkan perbedaan konsentrasi yang tajam antara korteks dan medula ginjal, yang disebut gradien osmotik.
Vasopresin mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mereabsorbsi air. Reseptor untuk vasopresin pada ginjal (reseptor V2) terutama berada di loop of Henle pars ascendens, tubulus distal, dan duktus koligentes. Vasopresin akan meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan duktus koligentes terhadap air.
Vasopresin yang berikatan dengan reseptor V2 di ginjal akan mengaktifkan adenilsiklase pada membran sel, yang akan mengkatalisis perubahan ATP (adenosine triphosphate) menjadi cAMP (cyclic adenosine monophosphate). cAMP tersebut kemudian mengaktivasi PKA (protein kinase A) yang menstimulasi sintesis dan insersi kanal air aquaporin-2 (AQP2) di sepanjang permukaan sel tubulus distalis dan duktus koligentes ginjal. Kanal air ini berfungsi meningkatkan permeabilitas tubulus terhadap air dan air tersebut dapat berdifusi secara pasif akibat adanya gradien osmotik, sehingga akan terjadi reabsorbsi air di medula yang hipertonik. Kanal air ini disimpan di dalam endosom dan hanya diinsersikan pada permukaan sel jika dibutuhkan.

Mekanisme Kerja Vasopresin/ADH di Ginjal
Jika konsentrasi vasopresin dalam plasma meningkat,maka kanal air ini akan diinsersikan pada permukaan sel, sehingga tubulus distalis dan duktus koligentes akan menjadi permeabel terhadap air (terjadi peningkatan permeabiltas) dan air tersebut dapat berdifusi pasif karena perbedaan konsentrasi, sehingga terjadi keseimbangan osmotik antara isi tubulus dan korteks (isotonis). Sejumlah kecil urine yang isotonis tesebut memasuki duktus koligentes melewati medula yang hipertonik, sehingga air secara progresif akan direabsorbsi lagi dan terbentuk urine yang bersifat hipertonik/hiperosmolar. Jika kanal air ini sudah tidak diperlukan lagi, maka akan terlepas dari permukaan sel melalui proses endositosis.

Pembentukan Urine Hipertonik pada Peningkatan Sekresi Vasopresin
Jika sekresi vasopresin menurun/ tidak ada, maka kanal air ini akan mengalami down regulation, sehingga tubulus distalis dan duktus koligentes tidak permeabel terhadap air. Akibatnya, pada waktu urine yang hipotonis melewati tubulus distal, natrium akan lebih banyak direabsorbsi dibandingkan air, sehingga osmolalitas urine akan berkurang dan pada waktu urine melewati duktus koligentes yang juga tidak permeabel, maka terjadi ekskresi sejumlah urine yang bersifat hipotonik/hipoosmolar.

Pembentukan Urine Hipotonik pada Penurunan Sekresi Vasopresin
2. Bagaimana mekanisme haus berperan dalam regulasi/pengaturan cairan tubuh manusia itu?
Mekanisme haus dipicu oleh peningkatan osmolalitas serum dan penurunan volume darah atau tekanan darah.
Hiperosmolalitas serum merupakan pemicu yang paling sensitif karena peningkatan osmolalitas serum hanya sebesar 2-3% sudah cukup untuk merangsang mekanisme haus, sedangkan volume atau tekanan darah harus turun sebesar 4-8% baru akan merangsang mekanisme haus.
Perasaan haus akan ditekan bila osmolalitas serum turun dan selanjutnya ginjal akan meningkatkan ekskresi urine.
Ambang rangsang pusat haus (295 mOsm/kgH2O) lebih tinggi daripada ambang rangsang osmotik sekresi vasopresin (280 mOsm/kgH2O). Hal ini merupakan suatu perlindungan terhadap deplesi air. Kemoreseptor yang terdapat pada orofaring dengan cepat akan menghambat sekresi vasopresin setelah orang tersebut minum.
Pada defisiensi vasopresin, mekanisme haus menjadi penting karena merupakan pertahanan tubuh untuk mencegah keadaan menjadi lebih hiperosmolar.
Rangkuman kerja vasopresin/AVP dan mekanisme haus dalam mempertahankan osmolalitas plasma/serum untuk regulasi/pengaturan cairan tubuh manusia adalah:

Mekanisme Haus dan Vasopresin/AVP dalam Mempertahankan Osmolalitas Plasma/Serumuntuk Regulasi/Pengaturan Cairan Tubuh Manusia
Semoga penjelasan di atas bermanfaat ya..